Sabtu, 11 Juni 2011

BULOG


Perkembangan Bulog di Indonesia
              Sejarah Bulog tidak dapat terlepas dari sejarah lembaga pangan di Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan sampai pemerintahan sekarang. Secara umum tugas lembaga pangan tersebut adalah menyediakan pangan bagi masyarakat pada harga yang terjangkau diseluruh daerah serta mengendalikan harga pangan di tingkat produsen dan konsumen. Instrumen untuk mencapai tujuan tersebut dapat berubah sesuai kondisi yang berkembang.
Campur tangan pemerintah dalam komoditas beras diawali sejak Maret 1933 yaitu di zaman pemerintahan Belanda. Saat itu, untuk pertama kalinya pemerintah Belanda mengatur kebijakan perberasan, yaitu dengan menghapus impor beras secara bebas dan membatasi impor melalui sistem lisensi.
              Latar belakang ikut campurnya pemerintah Belanda dalam perberasan saat itu karena terjadinya fluktuasi harga beras yang cukup tajam tahun 1919/1920 dan merosot tajam pada tahun 1930, sehingga petani mengalami kesulitan untuk membayar pajak. Menjelang pecahnya Perang Dunia II, pemerintah Belanda memandang perlu untuk mendirikan suatu lembaga pangan secara resmi dan permanen. Pada 25 April 1939, lahirlah suatu lembaga pangan Voeding Middelen Fonds (VMF). Lembaga pangan ini banyak mengalami perubahan nama maupun fungsi.
              Stabilisasi harga bahan pangan terutama yang dikelola BULOG masih tetap menjadi tugas utama di era 1980-an. Orientasi bufferstock bahkan ditunjang dengan dibangunnya gudang-gudang yang tersebar di wilayah Indonesia. Struktur organisasi BULOG diubah sesuai Keppres No. 39/1978 tanggal 6 Nopember 1978 dengan tugas membantu persediaan dalam rangka menjaga kestabilan harga bagi kepentingan petani maupun konsumen sesuai kebijaksanaan umum Pemerintah.
Penyempurnaan organisasi terus dilakukan. Melalui Keppres RI No. 50/1995 BULOG ditugaskan mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, tepung terigu, kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya. Namun, seiring dengan perkembangan ekonomi global, tugas pokok BULOG dipersempit melalui Keppres No. 45 / 1997 tanggal 1 Nopember 1997 yaitu hanya mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras dan gula. Selang beberapa bulan, sesuai LOI tanggal 15 Januari 1998, Bulog hanya memonopoli beras saja.
              Liberalisasi beras mulai dilaksanakan sesuai Keppres RI no. 19/1998 tanggal 21 Januari 1998 dan tugas pokok BULOG hanya mengelola beras saja. Tugas pokok BULOG diperbaharui kembali melalui Keppres no. 29/2000 tanggal 26 Pebruari 2000 yaitu melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi, pengendalian harga beras dan usaha jasa logistik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas tersebut tidak berjalan lama karena mulai 23 Nopember 2000 keluar Keppres No. 166/2000 dimana tugas pokoknya melaksanakan tugas pemerintah bidang manajemen logistik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
              Sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 timbul tekanan yang sangat kuat agar peran pemerintah dipangkas secara drastis sehingga semua kepentingan nasional termasuk pangan harus diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Tekanan tersebut terutama mucul dari negara-negara maju pemberi pinjaman khususnya AS dan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan World Bank.  Konsekuensi logis yang harus diterima dari tekanan tersebut adalah Bulog harus berubah secara total. Dorongan untuk melakukan perubahan datangnya tidak hanya dari luar negeri, namun juga dari dalam negeri. Pertama , perubahan kebijakan pangan pemerintah dan pemangkasan tugas dan fungsi Bulog sehingga hanya diperbolehkan menangani komoditas beras, penghapusan monopoli impor seperti yang tertuang dalam beberapa Keppres dan SK Menperindag sejak tahun 1998. Keppres RI terakhir tentang Bulog, yakni Keppres RI No. 103 tahun 2001 menegaskan bahwa Bulog harus beralih status menjadi BUMN selambat-lambatnya Mei 2003. Kedua , berlakunya beberapa UU baru, khususnya UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli, dan UU No. 22 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah yang membatasi kewenangan Pemerintah Pusat dan dihapusnya instansi vertikal. Ketiga , masyarakat luas menghendaki agar Bulog terbebas dari unsur-unsur yang bertentangan dengan tuntutan reformasi, bebas dari KKN dan bebas dari pengaruh partai politik tertentu, sehingga Bulog mampu menjadi lembaga yang efisien, efektif, transparan dan mampu melayani kepentingan publik secara memuaskan. Keempat , perubahan ekonomi global yang mengarah pada liberalisasi pasar, khususnya dengan adanya WTO yang mengharuskan penghapusan non-tariff barrier seperti monopoli menjadi tariff barrier serta pembukaan pasar dalam negeri.
              Dalam LoI yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan IMF pada tahun 1998, secara khusus ditekankan perlunya perubahan status hukum Bulog agar menjadi lembaga yang lebih efisien, transparan dan akuntabel.
Sehubungan dengan adanya tuntutan untuk melakukan perubahan, Bulog telah melakukan berbagai kajian-kajian baik oleh intern Bulog maupun pihak ekstern. Berdasarkan hasil kajian, ketentuan dan dukungan politik DPR RI, disimpulkan bahwa status hukum yang paling sesuai bagi Bulog adalah Perum. Dengan bentuk Perum, Bulog tetap dapat melaksanakan tugas publik yang dibebankan oleh pemerintah terutama dalam pengamanan harga dasar pembelian gabah, pendistribusian beras untuk masyarakat miskin yang rawan pangan, pemupukan stok nasional untuk berbagai keperluan publik menghadapi keadaan darurat dan kepentingan publik lainnya dalam upaya mengendalikan gejolak harga.
              Disamping itu, Bulog dapat memberikan kontribusi operasionalnya kepada masyarakat sebagai salah satu pelaku ekonomi dengan melaksanakan fungsi usaha yang tidak bertentangan dengan hukum dan kaidah transparansi. Dengan kondisi ini gerak lembaga Bulog akan lebih fleksibel dan hasil dari aktivitas usahanya sebagian dapat digunakan untuk mendukung tugas publik, mengingat semakin terbatasnya dana pemerintah di masa mendatang. Dengan kondisi tersebut diharapkan perubahan status Bulog menjadi Perum dapat lebih menambah manfaat kepada masyarakat luas.

Kondisi Bulog di Sumatera Selatan
Beberapa perbaikan dilakukan oleh perum bulog baik mengenai kualitas raskin sampai pada penyaluran raskin. Seperti pada kasus yang terjadi di sumatera selatan, ratusan ton beras miskin milik Bulog dinyatakan bau apek. DPRD Provinsi Sumatera Selatan meminta Bulog Divisi Regional (Divre) II Sumsel bertanggung jawab atas kondisi beras untuk rakyat miskin yang buruk kualitasnya. Beras raskin yang tersimpan di gudang Bulog Sub Divre II Lahat itu bau apek, tak layak konsumsi dan bercampur dengan dedak. Hal ini ditengarai ada indikasi penyimpangan dalam pengadaan raskin di Kabupaten Lahat.
Standar raskin yakni kadar air 14 persen, broken atau patahan 20 persen dan menir 2 persen. Oleh karena itu perlu melakukan penyortiran.
Sementara itu, Komisi II DPRD Sumsel melakukan kunjungan ke gudang Bulog  Palembang 1 di Kol H Barlian KM 9, dan  menemukan kalau hasil sortasi raskin persentase patanan masih 80 persen dan menir 5 persen. Ia meminta kepala gudang yang menerima beras dari mitra kerja harus bisa membedakan beras yang memenuhi dan tidak memenuhi standar. Ir Holda MSi menambahkan, masyarakat yang menemukan beras tidak sesuai dengan standar agar melapor ke DPRD dan Bulog.  Dengan adanya penyortiran ini, membuat kerja Bulog di gudang semakin bertambah. Pihaknya terpaksa ngebut menjelang penyaluran raskin.
Disamping itu bulog pun melakukan Operasi pasar beras guna menstabilkan harga kebutuhan pokok di Sumatera Selatan. Beras cadangan pemerintah di Bulog itu sebanyak 20 ribu ton dan bisa dilaksanakan operasi pasar sejauh mana dibutuhkan di luar beras untuk masyarakat miskin. Untuk mengatasi kenaikan harga beras di Sumsel itu sekarang ada tiga komponen yang dilaksanakan yakni pasar beras murah bekerja sama dengan BUMN dan swasta.

Kegiatan yang Dilakukan BULOG
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh perum bulog yaitu:

a.       Cadangan Beras Pemerintah (CBP)

Cadangan pangan merupakan hal yang sangat penting bagi ketahanan pangan suatu negara, termasuk negara Indoensia yang bersifat agraris. Sejak tahun 2005, Pemerintah telah memiliki Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola oleh BULOG, menyatu dengan stok BULOG dan dapat diakses di setiap gudang BULOG di seluruh Indonesia oleh Pemerintah. CBP merupakan sejumlah beras tertentu milik Pemerintah yang sumber dananya berasal dari APBN dan dikelola oleh BULOG yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan beras dan dalam rangka mengantisipasi masalah kekurangan pangan, gejolak harga, keadaan darurat akibat bencana dan kerawanan pangan serta memenuhi kesepakatan Cadangan Beras Darurat ASEAN (ASEAN Emergency Rice Reserve, AERR).
Manfaat adanya CBP ini telah teruji dalam penanganan berbagai bencana alam di tanah air. Beras yang telah tersedia di gudang-gudang BULOG yang tersebar merata di seluruh tanah air dapat segera dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi pengungsi korban bencana. Dengan demikian ketahanan pangan bagi rumah tangga yang terkena bencana tetap dapat dijaga. Pangan tersedia, dapat dijangkau dan stabilitas pasokannya dapat terjamin. CBP juga telah teruji pada saat terjadi kenaikan harga yang cukup tinggi dan meresahkan masyarakat pada akhir tahun 2006 dan awal 2007, maupun akhir tahun 2007 dan awal 2008. CBP telah dimanfaatkan sebagai sumber beras Operasi Pasar Murni (OPM) langsung di pasar-pasar (tahun 2006-2007) maupun OPK CBP RASKIN dengan sasaran rumah tangga penerima manfaat RASKIN.

Pengembangan CBP dapat menempatkan fungsi dan peran CBP yang lebih luas sebagai katup pengaman saat terjadi masalah pangan yang muncul akibat kekurangan pangan, seperti yang dilakukan selama ini, atau sebagai akibat terjadinya kelebihan pangan yang menyebabkan surplus atau tekanan pada harga produsen. Dengan demikian CBP dari sisi demand berfungsi sebagai instrument stabilisasi harga konsumen (price stabilization) dan jaminan pasokan, sedangkan dari sisi suplai berfungsi untuk membantu melindungi harga produsen (price support).
  1. Pengadaan
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan, tugas publik BULOG pertama adalah melakukan pembelian gabah dan beras dalam negeri pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP).  Tugas pengamanan HPP (sebelumnya menggunakan Harga Dasar) terus dilakukan sejak  Bulog berdiri tahun 1967 sampai dengan saat ini BULOG menjadi seuah Perusahaan Umum.  Pembelian gabah dan beras dalam negeri yang disebut sebagai Pengadaan dalam negeri merupakan satu bukti keberpihakan Pemerintah (Perum BULOG) pada petani produsen melalu jaminan harga dan jaminan pasar atas hasil produksinya.
Jaminan harga di tingkat produsen memiliki posisi yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan produksi karena sangat berkaitan langsung dengan kesejahteraan petani. Jaminan harga ini diberikan pemerintah melalui kebijakan Harga Pembelian Pemerintah yang dicantumkan pada Inpres Kebijakan Perberasan. Inpres tersebut dengan jelas menugaskan BULOG untuk menjaga harga di tingkat produsen melalui pengadaan dalam negeri dengan menyerap surplus yang dipasarkan petani selama periode panen berdasarkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Disamping untuk melindungi petani, pengadaan dalam negeri juga berperan sebagai jaminan pasar atas produksi petani.

  1. Industri
Fungsi komersial merupakan pengalaman pertama Bulog yang mulai dijalankan sejak 2003. Berdasarkan cakupan kegiatannya usaha Komersial dibagi menjadi 3, yaitu : Industri, Perdagangan, dan Jasa. Kegiatan industri dibagi dalam 3 kategori, yaitu : industri berbasis beras, industri pendukung, dan industri pangan lain.
    • Industri berbasis beras, adalah industri yang merupakan integrasi proses manufaktur perberasan, sebagaimana yang terangkai dalam Rice Processing Complex (RPC).
    • Industri pendukung, adalah industri yang menghasilkan produk-produk pendukung diluar proses manufaktur perberasan (karung, pacakaging, dll)
    • Industri pangan lain, adalah industri pangan yang menghasilkan produk turunan dari beras (down-stream product), maupun industri pangan primer dan sekunder lainnya (CPO, gula, berbasis jagung, dll).

d.   Perdagangan

Fungsi komersial merupakan pengalaman pertama Bulog yang mulai dijalankan sejak 2003. Berdasarkan cakupan kegiatannya usaha Komersial dibagi menjadi 3, yaitu : Industri, Perdagangan, dan Jasa. Untuk mempermudah pencarian, detail setiap usaha akan dibagi menurut wilayah Divre berdasarkan RKAP 2006 yang telah ditetapkan sebelumnya. Perdagangan komoditi merupakan aktifitas bisnis dengan daya tarik pasar yang tinggi. Hal ini tergambar dalam banyaknya jumlah pemain dalam bisnis ini. Bagi Perum BULOG, kompetensi dasar pedagangan dikuasai dari pengalaman dalam menangani komoditi beras, kedele, jagung yang dijalankan pada masa LPND. Secara signifikan yang membedakan adalah aktifitas perdagangan saat ini harus dapat menghasilkan keuntungan dan nilai tambah bagi perusahaan. Selain hal tersebut, karakteristik bisnis perdagangan akan berbeda untuk setiap jenis komoditi perdagangan. Untuk itulah perdagangan menjadi fokus utama implementasi usaha bisnis jangka pendek perusahaan.

e.  Jasa

Usaha Jasa adalah salah satu kegiatan usaha pada Direktorat Perencanaan & Pengembangan Usaha untuk meningkatkan pendapatan (revenue) perusahaan, yang terdiri atas jasa pemberdayaan asset (seperti gudang, kantor, tanah kosong dan asset lainnya), jasa angkutan dan jasa survey, perawatan kualitas dan pemberantasan hama . Sasaran Divisi Jasa adalah terlaksananya kegiatan usaha jasa pelayanan pergudangan, jasa angkutan dan jasa survey perawatan kualitas dan jasa pemberdayaan aset. Untuk mencapai sasaran tersebut dilakukan melalui dua kegiatan, yaitu Kegiatan Utama dan Kegiatan Pendukung.
·         Kegiatan Utama adalah memasarkan jasa angkutan, jasa survey dan jasa penyewaan aset yang idle.
  • Kegiatan Pendukung adalah pembinaan operasional, peningkatan kemampuan SDM, membentuk jaringan kerjasama, penyusunan standar prosedur kerja, monitoring dan evaluasi seluruh daerah kerja.

f. RASKIN (Beras untuk Rakyat Miskin)

Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) sudah dimulai sejak 1998. Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan RASKIN yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK), kemudian diubah menjadi RASKIN mulai tahun 2002, RASKIN diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat (social safety net) melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat. Melalui sebuah kajian ilmiah, penamaan RASKIN menjadi nama program diharapkan akan menjadi lebih tepat sasaran dan mencapai tujuan RASKIN.
Penentuan kriteria penerima manfaat RASKIN seringkali menjadi persoalan yang rumit. Dinamika data kemiskinan memerlukan adanya kebijakan lokal melalui musyawarah Desa/Kelurahan. Musyawarah ini menjadi kekuatan utama program untuk memberikan keadilan bagi sesama rumah tangga miskin. 

    Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari Bulog
Program raskin ini betul-betul bermanfaat dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat  terutama masyarakat penerima dari program raskin terpadu tersebut dengan upaya dan meningkatkan kehidupan yang lebih baik lagi. Program Raskin merupakan  program nasional yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, melalui program ini pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat untuk mendapatkan hak atas pangan jika rata- rata kebutuhan beras sebesar 139 kg /jiwa/tahun dan  setiap RTS-PM terdiri atas 4 jiwa maka program raskin memberikan bantuan sebesar 32 % dari kebutuhan beras setiap tahunnya sebagai program nasional maka program tersebut melibatkan berbagai pihak baik vertikal maupun horizontal semuanya mempunyai tanggung jawab sesuai dengan tupoksi masing-masing, secara vertikal program raskin bukanlah milik pemerintah pusat semata-mata akan tetapi juga milik pemerintah daerah, kebijakan oleh pemerintah pusat pelaksanaan dan penyalurannya sangat tergantung kepada pemerintah daerah setempat.
Terdapat beberapa permasalahan dalam penyaluran raskin diantaranya sistem dan mekanisme yang dibuat belum terlaksana dengan baik seperti Camat dan desa berperan melaksanakan pemantauan, pengendalian terhadap pelaksanaan pendistribusian raskin diwilayah masing-masing agar sesuai dengan ketentuan yaitu tetap jumlah (15 Kg/ RTS/ bulan) tepat harga (Rp.1600,-Kg) tepat sasaran, tepat pengembalian (7 hari setelah raskin sampai di TD) namun dalam kenyataan nya hal tersebut belum terlaksana dengan baik kita melihat banyaknya kecamatan dan nagari yang terlambat dalam menyetorkan ke rekening Bulog hasil penjualan beras raskin ke RTS-TM pada hal RTS-PM membayar kontan dalam membeli raskin.

1 komentar: