Senin, 13 Juni 2011

SUBAK


Keberadaan sistem irigasi subak di Bali, berkait erat dengan sistem desa pakraman/desa adat dan sistem desa dinas. Banyak ada kasus, di mana areal kawasan subak saling tumpang tindih dengan areal desa pakraman, dan areal desa dinas. Dengan demikian, areal kawasan subak bisa terdapat dalam satu kawasan desa pakraman atau desa dinas, dan lain-lain. Bahkan satu kawasan subak melintasi lebih dari satu kecamatan, atau lebih dari satu kabupaten. Tegasnya, batas kawasan subak, bukanlah sama dengan batas-batas administratif desa, namun berdasarkan pada prinsip-prinsip hidrologis. Artinya, kawasan subak, sangat tergantung dari kemampuan suatu sumber air untuk mengairi suatu lahan tertentu. Kenyataan ini tentu saja sangat menguntungkan, khususnya untuk mencegah konflik antar desa yang ingin memperebutkan sumberdaya air yang tersedia.
Selanjutnya, adanya otonomi pada sistem subak, sistem desa pakraman, dan sistem desa dinas, ternyata sangat membantu menghindari konflik, meskipun lahannya saling tumpang tindih. Sebab dengan adanya otonomi, maka masing-masing sistem akan membuat keputusannya sendiri tanpa intervensi dari pihak lain, serta masing-masing diantara mereka mampu mengadakan kordinasi untuk mencegah konflik. Misalnya, kalau ada konflik dalam suatu subak, maka mereka akan berusaha untuk memecahkan masalahnya sendiri. Kalau tidak bisa, maka pada umumnya mereka akan mengadakan kordinasi dengan pimpinan desa pakraman atau desa dinas untuk ikut memecahkan masalahnya, tergantung dari, dengan pihak mana , sistem subak itu bermasalah. Dalam bahasa ilmu politik, kondisi semacam ini disebut sepadan dengan konsep polisentri (McGinnis, l999).
Dalam beberapa kasus yang sempat dicatat, tampaknya petani (subak) berada dalam posisi yang lemah, dalam berhadapan dengan sistem desa pakraman dan sistem desa dinas. Misalnya, kasus yang berkait dengan penyungsungan (pengelolaan) pura subak. Dengan adanya alih fungsi lahan yang kini terjadi dengan sangat cepat, maka banyak areal subak yang semakin menyempit. Akibatnya iuran yang masuk ke kas subak untuk mengayom dan menyungsung pura subak semakin sedikit. Kenyataan ini sangat menggelisahkan subak, karena petani harus menanggung beban yang semakin berat. Karena kemampuan petani yang sangat terbatas, maka banyak pura subak yang tampaknya terlantar dan tidak terpelihara. Arif (l999) menyebutkan bahwa tampaknya ada hubungan yang kuat antara kondisi pura subak dengan baik-buruknya organisasi sistem subak yang bersangkutan.
Perkembangan sistem subak sebagai sistem irigasi yang beada di bawah pengaruh raja-raja, tampaknya menyebabkan sistem irigasi subak harus melakukan aktivitas organisasi yang sepadan sebagai satu lembaga adat. Dengan demikian, dapat juga disebutkan bahwa sistem irigasi subak pada dasarnya adalah suatu lembaga adat yang berfungsi untuk mengelola air irigasi untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya, agama Hindu yang berkembang di Bali yang memiliki konsep THK yang dijadikan sebagai asas dan diterapkan pada sistem subak dalam melakukan kegiatannya untuk mengelola air irigasi di lahan sawah.
Adapun perubahan yang terjadi pada sistem irigasi subak adalah sebagai berikut :
a.      Cakupan pengelolaan sistem subak
Pada awalnya sistem subak hanya mengelola air irigasi untuk kepentingan anggotanya. Namun  dengan adanya kegiatan bersifat ekonomi, maka dalam perkembangannya sistem subak juga mengelola keuangan organisasi. Dalam perkembangannya yakni mulai sekitar tahun 1970-an, unsur dan kegiatan ekonomi cukup banyak muncul dalam sistem subak di Bali, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Misalnya melakukan kegiatan simpan pinjam, membentuk koperasi tani, dan melakukan pinjaman ke bank untuk kegiatan pembangunan jaringan irigasi subak.
Kecendrungan perkembangan sistem subak kini terjadi di Bali adalah adanya kegiatan subak untuk dapat menggali dana bagi pengelolaan sistem irigasinya dan selanjutnya perkembangan subak yang  diharapkan juga  menjadi lembaga ekonomi (Sutawan, 2001). Apabila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik oleh subak di Bali, maka subak akan semakin dapat mengelola dirinya sendiri menjadi organisasi mandiri.
b.      Kelembagaan sistem subak
Petani sedikit demi sedikit membuka lahan tegalan menjadi lahan sawah yang kemudian berkembang menadi salah satu tempek. Tempek adalah sub subak atau merupakan suatu komplek persawahan yang mendapat air irigasi dari satu sumber /bangunan bagi (tembuku) tertentu dalam suatu areal subak. Petani dalam satu tempek tidak memiliki pura Bedugul, mereka memiliki otonomi ke dala tetapi tidak memiliki otonimi keluar. Apabila tempek-tempek tersebut telah semakin luas arealnya dan semakin sulit dikoordinasi dalam wadah tempek, maka tempek tersebut dapat berkembang menjadi subak, dan subak-subak yang mendapat air irigasi dari satu sumber akan berkembang menjadi subak gede, selanjutnya subak gede dapat berkembang  enjadi suatu lembaga yang lebih besar yakni subak agung (Sutawan dkk, 1991).
Dalam perkembangannya hingga saat ini, di Bali telah terbentuk dua buah subak agung yakni subak agung  Yeh Ho di kabupaten Tabanan (mengkoordinasi sistem irigasi yang ada didsepanjang sungai Yeh Ho) dan subak agung Gangga Luhur yang ada di kabupaten Buleleng (mengkoordinasi sistem irigasi yang ada di saluran induk sungai Buleleng, sungai Nangka dan sungai Banyumala). Pengembangan subak gede menjadi subak agung merupakan tindakan untuk mempertahankan keberadaan sistem subak di Bali.


c.       Kewenangan pengelolaan palemahan sistem subak
Pada tahun 1925 Belanda melakukan intervensi pada sistem subak dio Bali dengan membangun bendung permanen yakni bendung Oongan di sungai Ayung-Denpasar (Sumarta, 1992). Intervensi itu tidak menimbulkan masalah karena pihak Belanda tidak mencampuri sistem subak di tingkat jaringan tersier. Namun proyek-proyek jaringan tersier yang dilakukan Dep. PU sejak akhir tahun 1970-an pada sistem subak di Bali dengan merubah sistem bangunan bagi (tembuku) dari sistem numbak menjadi ngerirun telah menimbulkan konflik karena perubahan itu tidak serasi dengan sosio kultural masyarakat setempat. Namun demikian, sistem subak sebagai lembaga adat yang otonum tetap dapat mengatur dirinya sendiri tanpa menimbulkan konflik karena tetap diusahakan adanya harmoni dengan lingkungan sekitarnya. Harmoni itu terjadi karena adanya koordinasi antara suatu subak dengan lembaga lain dilingkungannya.    
d.      Stakeholders sistem subak
Ketika cakupan pengelolaan sistem subak hanya berupa air irigasi maka stakeholders sistem subak hanya para pengurus, anggota, dan pemuka agama. Namun dengan adanya perkembangan subak sampai saat ini, maka stakeholders sistem subak menjadi berubah yakni mencakup para pengembala itik, pengurus koperasi tani dan pemerintah.

Sentral Pengembangan Agribisnis Terpadu


Sesuai dengan namanya Sentra Pengembangan Agribisnis Terpadu (SPAT) merupakan puncak aktivitas bisnis pertanian, media untuk m emposisikan para petani dan kelompok uasaha kecil untuk langsung bereinteraksi pasar. Pengembangan agrobisnis terpadu (SPAT) tidak lepas dari adanya surat keputusan Departemen Pertanian No. K/LP.610/V/2001 tentang pengakuan SPAT sebagai salah satu P4S (pusat pelatian pelatihan dan perdesaan swadaya). SPAT ditunjuk sebagai salah satu lembaga pelatihan pertanian dan perdesaan dangan konsep keterpanduan mulai dari hulu hingga hilir.
Pada tahun 1996, unggul abinowo ditunjuk sebagai salah satu pemuda pelopor tingkat nasianal. Kenudian tahun 2004, SPAT mendapatkan sertifikat mutu yakni HSCCP (hazard analysis and critical control point) dari PT Mutu Agung Lestari dan setifikat halal dari MUI. pada tahun 2006 SPAT juga mendapatkan penghargaan sebagai pelaku usaha (UKM) yang menerapkan sistam jaminan mutu dari mentri pertanian. Untuk produk, salah satu produk olahan dari ubi jalar (bakpao telo) mendapatkan penghargaan sebagai produk inovasi makanan terbaik dalam pemeran SMEsCO tahun 2006.
Di mata petani metode pendidikan ataupun pelatihan yang diberikan oleh unggul adalah sosok petani modern, kaya, dan dermawan. Ia juga terjun ke lapangan memberikan contoh. “Ia tak segan-segan menunjukkan cara memupuk yang benar,” ujar Suwari, salah seorang petani binaan SPAT. Suwari mengaku banyak mencatat kemajuan setelah mengikuti saran Unggul untuk menanam ubi. Selain mendapat bantuan berupa bibit dan pupuk, saat panen ia tak perlu susah payah mencari pembeli. “Saya langsung setor ke Pak Unggul,” ujarnya. Yang lebih penting, unggul adalah orang yang bisa dipercaya. “Saya tak pernah dibohongi, terutama soal harga jual,” kata ayah empat anak ini.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan persaingan global, dengan memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan system penyelenggaraan pemerintah. Di mana pemerintah menurut asas otonomi khusus diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan dan makmur seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu pembangunan pertanian sebagaimana pembangunan perekonomian nasional harus dilakukan dengan memberdayakan potensi sumberdaya ekonomi dalam negeri yang dimiliki, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dunia yang terus berkembang secara dinamis.
Basis kekuatan ekonomi nasional berada dipedesaan. kekayaan agraris di Indonesia berupa pertanian harus tetap dijaga. Sesuai dengan namanya Sentra Pengembangan Agrobisnis Terpadu (SPAT) merupakan puncak aktivitas bisnis pertanian, media untuk memposisikan para petani dan kelompok uasaha kecil untuk langsung bereinteraksi pasar.
Dispat ini menyajikan Bakpao Telo sebagai produk unggulan untuk menarik minat beli konsumen. Bakpao Telo adalah bakpao yang berbahan dasar ubi jalar yang kemudian dihancurkan menjadi tepung ubi jalar. Untuk tetap mempertahankan minat beli terhadap Bakpao Telo, manajemen harus mengantisipasi strategi pemasaran dengan mempertahankan kepuasan konsumen. Kunci utama untuk memenangkan persaingan adalah memberi nilai dan kepuasan kepada konsumen melalui penyampaian produk dan jasa yang berkualitas dengan harga bersaing. Atribut Bakpao Telo adalah unsur-unsur Bakpao Telo yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengembangan keputusan pembelian.

Minggu, 12 Juni 2011

Pengendalian Hama Secara KIMIAWI


A.    Pengendalian Hama secara Kimiawi
Pengendalian hama secara kimiawi merupakan pengendalian hama dengan menggunakan zat kimia. Pengendalian hama ini biasa dilakukan dengan penyemprotan zat kimia pada bagian tumbuhan. Pengendalian hama ini sering dilakukan oleh petani. Olehnya itu pengendalaian hama secara kimiawi sering dimasukkan ke dalam langkah pemerantasan hama dan penyakit. Permasalahan yang terjadi sekarang, petani semakin cenderung menggunakan pengendalian hama dan penyakit dengan cara kimiawi yakni dengan pestisida. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan petani akan interaksi tanaman dan musuh-musuh alaminya.
Namun begitu, karena pemakaian pestisida yang mudah dan langsung dapat menanggulangi hama, ternyata petisida mempunyai dampak negatif. Adapun damapak negatifnya yakni :
1.   Hama/penyakit/gulmamenjadi resisten atau kebal
Semakin sering tanaman disemprot dengan pestisida, maka tanaman semakin kebal. Ini berarti jumlah tanaman yang mati semakin sedikit walaupun disemprot berkali-kali dengan dosis yang tinggi.
2.   Resurgensi atau timbulnya kembali hama tersebut.
Populasi hama /penyakit/gulma tersebut malah menjadi berkembang lebih banyak setelah diperlakukan dengan pestisida. Hal ini disebabkan karena musuh-musuh alami mati sehingga pengaruh pestisida terhadap tanaman tersebut tidak mampu membunuh spora yang tahan, sehingga inilah yang nantinya akan berkembang pesat tanpa ada musuh atau saingan lainnya.
3.   Timbul ledakan hama/penyakit/gulma sekunder.
Akibat penggunaan pestisida yang memusnahkan musuh alami menyebakan timbulnya ledakan populasi hama sekunder.
4.   Musuh alami musnah
Biasanya musuh-musuh alami ini lebih peka terhadap pestisidadari pada hama/patogen/gulma sasaran. Maka pada setiap aplikasi petisida ini akan mematikan populasinya. Padahal adanya predator akan menetukan keseimbangan ekosistem.
5.   Terbunuhnya makhluk bukan sasaran
Berbagai jenis makhluk hidup lainnya seperti serangga penyerbuk, saprofit, dan penghuni tanah, ikan, cacing tanah, katak, belut, burung, dan lain-lain ikut mati setelah terkena pestisida tersebut.
6.   Pencemaran lingkungan hidup
Air, tanah, dan udara ikut pula tercemar oleh pestisida. Beberapa pestisida dapat mengalami biodegradasi, dirombak secara biologis dalam tanah dan air.
7.   Residual effect
Dengan aplikasi pestisida yang terlalu banyak, apalagiyang persisten, akan meniggalkan residu dalam tanaman dan produk pertanian (buah, daun, bji, umbi, dan lain sebaganya) tergantung dari jenis pestisida dan residu.
8.   Kecelakaan manusia
Penggunaan pestisida yang kurang hati-hati dan mencelakakan si pemakai keracunan melalui mulut dan atau kulit sering terjadi, sehingga membahayakan. Kasus kematian karena kecelakaan ini cukup banyak.

B.     Penggunaan Pertisida
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai "racun".
Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem. Dengan adanya pestisida ini, produksi pertanian meningkat dan kesejahteraan petani juga semakin baik. Karena pestisida tersebut racun yang dapat saja membunuh organisme berguna bahkan nyawa pengguna juga bisa terancam bila penggunaannya tidak sesuai prosedur yang telah ditetapkan. menurut depkes riau kejadian keracunan tidak bisa di tanggulangi lagi sebab para petani sebagian besar menggunakan pestisida kimia yang sangat buruk bagi kesehatan mereka lebih memilih pestisida kimia dari pada pestisida botani (buatan) kejadian keracunan pun sangat meningkat di provinsi tersebut.
Menurut data kesehatan pekan baru tahun 2007 ada 446 orang meninggal akibat keracunan pestisida setiap tahunnya dan sekitar 30% mengalami gejala keracunan saat menggunakan pestisida Karena petani kurang tau cara menggunakan pestisida secara efektif dan penggunaan pestisida secara berlebihan, dan berdasarkan hasil penilitian Ir. La Ode Arief M. Rur.SC. dari Sumatera Barat tahun 2005 mengatakan penyebab keracunan pestisida di Riau akibat kurang pengetahuan petani dalam penggunaan pestisida secara efektif dan tidak menggunakan alat pelindung diri saat pemajanan pestisida,hasilnya dari 2300 responden yang peda dasarnya para petani hanya 20% petani yang menggunakan APD (alat pelindung diri), 60% patani tidak tau cara menggunakan pestisida secara efektif dan mereka mengatakan setelah manggunakan pestisida timbul gejala pada tubuh (mual, sakit tenggorokan, gatal - gatal, pandangan kabur, Dll.) dan sekitar 20% petani tersebut tidak tau sama sekali tentang bahaya pestisida terhadap kesehatan, begitu tutur Ir. La Ode Arief M. Rur.SC., beliau juga mengatakan semakin rendah tingkat pendidikan petani semakin besar risiko terpajan penyakit akibat pestisida.
Oleh karena itu, adalah hal yang bijak jika kita melakukan usaha pencegahan sebelum pencemaran dan keracunan pestisida mengenai diri kita atau makhluk yang berguna lainnya. Usaha atau tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah :
1.      Ketahui dan pahami dengan yakin tentang kegunaan suatu pestisida. Jangan sampai salah berantas. Misalnya, herbisida jangan digunakan untuk membasmi serangga. Hasilnya, serangga yang dimaksud belum tentu mati, sedangkan tanah dan tanaman telah terlanjur tercemar.
2.      Ikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh.
3.      Jangan terlalu tergesa-gesa menggunakan pestisida. Tanyakan terlebih dahulu pada penyuluh.
4.      Jangan telat memberantas hama, bila penyuluh telah menganjurkan menggunakannya.
5.      Jangan salah pakai pestisida. Lihat faktor lainnya seperti jenis hama dan kadang-kadang usia tanaman juga diperhatikan.
6.      Gunakan tempat khusus untuk pelarutan pestisida dan jangan sampai tercecer.
7.      Pahami dengan baik cara pemakaian pestisida.

Berdasarkan sasaran penggunaannya pada OPT, maka pestisida dapat di bagi menjadi:

1.      Insektisida
Insektisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh serangga pengganggu (hama serangga). Insektisida dapat membunuh serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan meracuni makanannya (tanaman) dan dengan langsung meracuni si serangga tersebut. Oleh karena itu, akan dijelaskan mengenai beberapa hal pokok tentang mekanisme insektisida dalam mengendalikan serangga.
Menurut cara kerja atau distribusinya didalam tanaman dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut:
a.   Insektisida Sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh bagian-bagian tanaman melalui stomata, meristem akar, lentisel batang dan celah-celah alami. Selanjutnya insektisida akan melewati sel-sel menuju ke jaringan pengangkut baik xylem maupun floem. Insektisida akan meninggalkan residunya pada sel-sel yang telah dilewatinya. Melalui pembuluh angkut inilah insektisida ditranslokasikan ke bagian-bagian tanaman lainnya baik kearah atas (akropetal) atau ke bawah (basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh. Serangga akan mati apabila memakan bagian tanaman yang mengandung residu insektisida.
b.   Insektisida Non-sistemik
Insektisida non sistemik tidak dapat diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel pada bagian luar tanaman. Lamanya residu insektisida yang menempel pada permukaan tanaman tergantung jenis bahan aktif (berhubungan dengan presistensinya), teknologi bahan dan aplikasi. Serangga akan mati apabila memakan bagian tanaman yang permukaannya terkena insektisida. Residu insektisida pada permukaan tanaman akan mudah tercuci oleh hujan dan siraman, oleh karena itu dalam aplikasinya harus memperhatikan cuaca dan jadwal penyiraman.
c.   Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida ini hanya mampu diserap oleh jaringan daun, akan tetapi tidak dapat ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya (efek translaminar). Insektisida yang jatuh ke permukaan atas daun akan menembus epidermis atas kemudian masuk ke jaringan parenkim pada mesofil (daging daun) dan menyebar ke seluruh mefosil daun (daging daun) hingga mampu masuk kedalam sel pada lapisan epidermis daun bagian bawah (permukaan daun bagian bawah).

Menurut cara masuknya insektisida kedalam tubuh serangga dibedakan menjadi 3 kelompok sebagai berikut:
a.   Racun Lambung (racun perut)
Racun lambung atau perut adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran dengan cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan. Insektisida akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida. Misalkan menuju ke pusat syaraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan sebagainya. Oleh karena itu, serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk membunuh.
b.   Racun Kontak
Racun kontak adalah insektisida yang masuk kedalam tubuh serangga melalui kulit, celah/lubang alami pada tubuh (trachea) atau langsung mengenai mulut si serangga. Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut.
c.   Racun Pernafasan
Racun pernafasan adalah insektisida yang masuk melalui trachea serangga dalam bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektisida cair.

Sifat-sifat atau cara kerja insektisida tersebut mempunyai spesifikasi terhadap cara aplikasinya :
1.   Untuk mengendalikan hama yang berada didalam jaringan tanaman (misalnya hama penggerek batang, penggorok daun) penanganannya dilakukan dengan insektisida sistemik atau sistemik local, sehingga residu insektisida akan ditranslokasikan ke jaringan di dalam tanaman. Akibatnya hama yang memakan jaringan didalam tanaman akan mati keracunan. Hama yang berada didalam tanaman tidak sesuai bila dikendalikan dengan aplikasi penyemprotan insektisida kontak, karena hama didalam jaringan tanaman tidak akan bersentuhan (kontak) langsung dengan insektisida.
2.   Untuk mengendalikan hama-hama yang mobilitasnya tinggi (belalang, kutu gajah dll), penggunaan insektisida kontak murni akan kurang efektif, karena saat penyemprotan berlangsung, banyak hama tersebut yang terbang atau tidak berada di tempat penyemprotan. Namun, selang beberapa hari setelah penyemprotan, hama tersebut dapat kembali lagi. Pengendalian paling tepat yaitu dengan menggunakan insektisida yang memiliki sifat kontak maupun sistemik dengan efek residual yang agak lama. Dengan demikian apabila hama tersebut kembali untuk memakan daun, maka mereka akan mati keracunan.

2.      Akarisida
Seringkali kita menemukan kejadian petani menanam cabai, kacang panjang, buncis atau tanaman lain tetapi pada fase awal pertumbuhannya mengalami hambatan. Bahkan tanaman tersebut daunnya mengerupuk dan tidak mau tumbuh. Sudah diaplikasi dengan berbagai macam pestisida tidak mau sembuh dan tumbuh lagi. Akhirnya petani bilang "ini salah mangsa" kalau didaerah saya (Banyumas) artinya salah musim.
Tungau termasuk hama pada berbagai tanaman yang belum banyak petani yang tahu cara pengendaliannya. Hal ini disebabkan karena tungau merupakan jenis binatang hama yang bukan serangga (ulat, belalang, wereng dll) sehingga dalam mengendalikan hama ini harus menggunakan pestisida yang benar-benar untuk tungau. Kenapa saya mengatakan tungau bukan serangga karena tungau memiliki kaki 8 buah, sedangkan serangga harus memiliki kaki 6 buah.
Kita dulu pernah membahasnya tentang golongan pestisida salah satunya adalah akarisida (pestisida untuk mengendalikan tungau). Cuma sayangnya pestisida ini masih sangat langka dipasaran sehingga petani hampir selalu mengendalikan hama tungau menggunakan insektisida (pestisida untuk ulat, wereng, belalang, dll) yang dapat dipastikan tidak akan berhasil. Nah sekarang kita sudah tahu permasalahannya yaitu petani dalam menggunakan pestisida tidak tepat sasaran.
Pasti dalam benak pembaca ada pertanyaan, lalu pestisida apa yang tepat untuk mengendalikan tungau? Sebetulnya dikios-kios pertanian sudah ada cuma kita kadang kala malas untuk membaca label ataupun brosus pestisida tersebut. Nah mulai sekarang kita harus jeli dan harus selalu membaca label ataupun brosur suatu pestisida yang akan kita beli. Kalau perlu menghapalkan bahan aktif dan mengamati sejauh mana reaksi bahan aktif tersebut terhadap hama yang akan kita kendalikan. Hanya sebagai contoh Akarisida untuk tanaman cabai, kentang, kacang panjang adalah:
·         Samite (produk dari PT Tanindo Subur Prima/ cap kapal terbang)
·         Mesurol (Produk dari PT Bayer CropScience)
·         Pegasus (Produk dari PT Sygenta)
·         dan masih banyak lagi

3.      Rodentisida
Tikus merupakan hama yang sering kali membuat pusing para petani. Hal ini diesbabkan tikus sulit dikendalikan karena memiliki daya adaptasi, mobilitas, dan kemampuan untuk berkembang biak yang sangat tinggi. Masa reproduksi yang relative singkat menyebabkan tikus cepat bertambah banyak. Potensi perkembangbiakkan tikus sangat tergantung dari makanan yang tersedia. Tikus sangat aktif di malam hari. Tikus menyerang berbagai tumbuhan. Bagian tumbuhan yang disarang tidak hanya biji – bijian tetapi juga batang tumbuhan muda. Yang membuat para tikus kuat memakan biji – bijian sehingga merugikan para petani adalah gigi serinya yang kuat dan tajam, sehingga tikus mudah untuk memakan biji – bijian. Tikus membuat lubang – lubang pada pematang sawah dan sering berlindung di semak – semak. Apabila keadaan sawah itu rusak maka berarti sawah tersebut diserang tikus. Oleh karena itu, diperlukan rodentisida untuk membasmi tikus-tikus yang dapat merugikan tersebut.
Rodentisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh hewan pengerat, seperti tikus sawah Rattus argentiventer atau tikus ladang Rattus exulans. Rodentisida dapat membunuh tikus (hewan pengerat) dengan cara meracuni makanannya (tanaman). atau pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat, seperti tikus. Rodentisida dipakai dengan cara mencampurkannya dengan makanan kesukaan tikus. Dalam meletakkan umpan tersebut harus hati-hati, jangan sampai termakan oleh binatang lain. Rodentisida banyak digunakan didaerah persawahan, perladangan,dan dirumah. Misalnya senyawa arsen (warangan) dan thalium sulfat. Contoh dari pestisida jenis ini adalah warangan.

Sabtu, 11 Juni 2011

Pertanian Organik

Pengertian

Alam merupakan suatu kesatuan, terdiri dari banyak bagian (seperti organisme dengan organ-organnya, sistem dengan bagian-bagiannya). Semua dijaga, dipelihara oleh keseluruhannya, dan keseluruhan (badan, sistem) itu terbentuk oleh bagiannya. Pertanian organik merupakan pertanian yang bekerjasama dengan alam, menghayati dan menghargai prinsip-prinsip yang bekerja di alam yang telah menghidupi segala mahkluk hidup berjuta-juta tahun lamanya.  Untuk mencapai ideal pertanian organik perlu diterapkan prinsip-prinsip umum dan teknis yang merupakan standar minimal. Standar yang telah dirumuskan tim Jaker PO Indonesia adalah sebagai berikut   : 
PRINSIP-PRINSIP UMUM (Standar Pertanian Organik)

A.    Prinsip Ekologis
Prinsip Ekologis yang dimaksudkan dalam pengembangan pertanian organik adalah pedoman yang mendasarkan pada hubungan antara organisme  dengan alam sekitarnya dan hubungan antara organisme itu sendiri secara seimbang, Artinya, pola hubungan antara organisme dengan alamnya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sekaligus sebagai pedoman atau hukum dasar dalam pengelolaan alam, termasuk pertanian di dalamnya. 
Prinsip ekologis mendasar dalam pengelolaan PO adalah :

Pemanfaatan air sebagaimana mestinya
Pemanfaatan air harus mempertimbangkan ketersediaan, fungsi, peruntukan, kesehatan, dan keberlanjutan secara ekologis . 
Pemanfaatan dan pengelolaan tanah yang bijaksana.
Pemanfaatan tanah harus mendukung peningkatan kesuburan tanah secara berkelanjutan dan menjaga ekosistem . 
Pemeliharaan  dan pengelolaan udara bersih.
Praktek pertanian organik harus mampu menjaga kondisi udara yang segar.   
Pemanfaatan keanekaragaman hayati.
Pertanian organik dikembangkan memanfaatkan sebanyak mungkin aneka ragaman hayati dan melestarikan. 
Penyesuaian dengan iklim.
Pertanian organik terutama mendasarkan diri pada keadaan sesuai  iklim  dan tradisi setempat 
B.    Prinsip Teknis Produksi dan Pengolahan
Prinsip teknis di sini dimaksudkan sebagai prinsip dasar dalam metode dan teknik yang dipakai dalam pengembangan pertanian organis.

Konversi
Dalam produksi dan pengolahan PO (termasuk peternakan dan perikanan) ada masa transisi dari metode konvensional (penggunaan bahan kimia) menuju metode organik. Masa transisi dimaksudkan untuk terutama menjamin PO dari residu kimia. Prinsip ini tidak berlaku untuk daerah atau lahan yang tidak pernah dikelola secara kimia.

Pengelolaan
Pengelolaan PO harus berkesinambungan.

Luasan lahan
Diperlukan luasan lahan tertentu untuk menjamin ekosistem lengkap dapat terjaga dalam PO. Untuk itu diperlukn batasan lahan yang besarnya disesuaikan dengan lokal

Asupan
Pertanian organik melarang pemakaian asupan kimia dan pabrikan., mendorong pemakaian asupan biologis dan mendorong pemakaian bibit (tanaman dan ternak) yang sesuai dengan kondisi lokal.

Pemupukan dan nutirisi.
Pada prinsipnya tanaman dan hewan membutuhkan nutrisi (makanan) untuk hidup dari bahan organik.

Pengendalian organisme pengganggu tanaman dan ternak
Pengembangan PO dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman dan ternak memegang prinsip pencegahan dengan mengutamakan pemakaian bahan alamiah dan tidak menimbulkan ketergantungan.

Kontaminasi
Pertanian organik dalam sistem tertutup dan dimaksudkan untuk mencegah masuk dan meningkatnya cemaran atau kontaminasi bahan asing berbahaya baik secara internal maupun eksternal.

Reproduksi
Pertanian organik dikembangkan dengan melakukan upaya reproduksi benih, ternak  secara mandiri.

Pemanenan
Pemanenan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi fisik dan karakteristik tanaman dan ternak yang dibudidayakan.

Pengangkutan
Pengangkutan hasil PO harus mempertimbangkan kondisi fisik produk  sehingga tetap segar sebagaimana kondisi pemanenan

Pengolahan.
Pengolahan PO menekankan adanya pembatasan pengolahan dan sanitasi yang baik dalam prosesnya, termasuk pemakaian bahan aditif berbahaya.

Teknologi
Teknologi yang dikembangkan dalam PO memegang prinsip : pembatasan pengolahan, teknologi hemat energi dan pembatasan pemakaian bahan tambahan atau pelengkap.


C. Prinsip Ekonomi dan Sosial
Prinsip ekonomi dan sosial dimaksudkan sebagai aspek non teknis dan ekologis dalam pengembangan PO, tetapi merupakan bagian integral dari usaha PO yang bertujuan menjamin kelangsungan hidup petani.

Menguntungkan secara ekonomis.
Pengembangan PO memperhitungkan aspek ekonomi yang memberikan keuntungan yang layak bagi kehidupan petani.

Memberikan produk pertanian yang sehat dan dalam jumlah yang cukup.
Pertanian organis bertujuan menghasilkan pangan yang sehat dan dalam jumlah cukup bagi seluruh masyarakat dan prosesnya memanfaatkan sumberdaya terbarukan.

Mengembangkan pengetahuan (kearifan tradisional) dan inisiatif masyarakat.
Pengembangan PO didasarkan pada pengetahuan tradisional dan insiatif lokal sebagai pilar utama. Petani memiliki kebebasan mengembangkan PO sesuai dengan tingkat pemahaman dan ketrampilan yang dimiliki.

Mengembangkan kemandirian.
Pengembangan PO menjadi dasar bagi perwujudan kemandirian petani dan mengurangi ketergantungan dari pihak luar, baik secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Menjamin kebebasan berkumpul bagi petani.
Pengembangan PO menjadi dasar bagi kebebasan petani untuk berkumpul dan berorganisasi.

Prinsip kesetaraan dan keadilan dalam proses transaksi.
Pengembangan  PO mendasarkan pada proses transaksi perdagangan yang adil (fair) dan setara dengan pihak lain.

Mempertimbangkan tahap perkembangan pengetahuan (peradaban) petani setempat (konstekstual).
Pengembangan PO mendasarkan pada kebudayaan (peradaban) petani setempat. Dalam kerangka ini prinsip kekhasan lokal perlu dijaga dari intervensi pihak lain/luar.

Terbukanya akses petani (laki-laki dan perempuan) terhadap sumberdaya pendukung pertanian organis.  
Pengembangan PO mendasarkan prinsip adanya perlindungan, kemudahan dan jaminan bagi petani dalam mengakses sumberdaya pendukung pertanian organis.

Kebijakan Harga
Penetapan harga berdasarkan biaya produksi sesuai daerah setempat dan menjadi pengikat persaudaraan antara produsen dan konsumen.


STANDAR PERTANIAN ORGANIK
Tanaman Pangan Padi dan Non Padi (Sagu, Umbi-umbian, Jagung, Kacang-kacangan, Sorghum)
Jaringan Kerja Pertanian Organik Indonesia (JAKER PO)

No HalStandar
 1.Benih /bibit
  1. Melarang benih hasil rekayasa genetika termasuk Hybrida
  2. Benih  - benih berasal  bukan dari proses produksi bahan kimia
  3. Melalui proses adaptasi 
  4. Benih  teruji minimal 3 periode musim tanam
  5. Diutamakan dari PO dan seleksi alam
  6. Asal  usul harus jelas 
  7. Diutamakan benih  lokal/benih petani
 2.Lahan 
  1. Masa konversi/peralihan lahan bekas sawah selama  3 - 4 musim tanam berturut –turut secara organik. Catatan: melihat  karakteristik(ciri khas) sesuai jenis lahan
  2. Lahan bukaan baru (alami ) tanpa konversi
  3. Percepatan  pemulihan lahan menggunakan pupuk hijau
 3.Pupuk1.    Melarang penggunaan bahan kimia sintetsi dan pabrikan
2.    Mendorong penggunaan pupuk hasil komposisasi
3.    Mengutamakan dari pupuk kandang dan ternak sendiri
4.    Pupuk cair dari bahan alami
5.    Mendorong mikroorganisme lokal
 4.Teknik Produksi
a.    Penyiapan lahan




b.    Penanaman




c.    Pemupukan

d.    Pengolahan OPT



e.    Gulma


f.    Kontaminasi

g.    Konversi lahan dan air

h.    Metode panen  

1.    Tidak merusak lingkungan
2.    Pengelolaan  secara bertahap
3.    Pengolahan seminimal mungkin
4.    Mengutamakan alat tepat guna  contoh : alat tradisional
5.    Sesuai sifat tanaman & kondisi tanah

1.    Sistem campuran (tumpang sari), tumpang gilir & mina padi
2.    Keragaman varietas sesuai dengan musim dan  mempertim bangkan kearifan lokal
3.    Disesuaikan dengan  kebutuhan tanaman dan kondisi tanah
       Catatan : disesuaikan luas lahan

Disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah

1.    Pencegahan preventif alami
2.    Sehat dan aman
3.    Mengendalikan Populasi hama dengan prinsip alami
4.    Pengamatan secara intensif

1.    Dikendalikan  sebelum merugikan tanaman
2.    Dipandang sebagai sumber hara

Irigasi dibuat trap(perangkap) – parit

1.    Mengutamakan pencegahan erosi
2.    Mendukung   pertumbuhan dan perkembangan  mikroorganisme

1.    Tepat waktu
2.    Teknologi tepat guna
 5.Pasca Panen
  1. Teknologi tepat guna untuk mendapatkan padi kadar air ideal contoh : pengeringan
  2. Dilarang menggunakan bahan sintetis atau pengawet
  3. Penyimpanan di lumbung petani
 6.Harga
  1. Sistem fair trade: penetapan harga harus mempertimbang-kan jasa petani sebagai penyokong kebutuhan pangan nasional.
  2. Kemitraan produsen konsumen
 7.Label Diserahkan kepada SC

Catatan:
4.e. Gulma merupakan tanaman yang tidak dikehendaki pertumbuhannya.
4.f. Kontaminasi = pencemaran



STANDAR PERTANIAN ORGANIK
PRODUKSI DAN PENGOLAHAN TANAMAN  SAYURAN

A . PEMILIHAN BENIH
1.    Dilarang pemakaian segala benih  hasil rekayasa genetika.
2.    Penggunaan benih baru  selalu melalui proses adaptasi terlebih dahulu.
3.    Penggunaan benih hibrida dan turunannya perlu dibatasi dengan mempertimbangkan efek lingkungan yang ditimbulkannya seperti peningkatan populasi organisme pengganggu tanaman (OPT).
4.    Digunakan benih yang sudah teruji dengan teknik pertanian organis (PO) sesuai lokasi minimal setahun (terulang 3 kali).
5.    Benih diutamakan yang dihasilkan dari seleksi alam
6.    Benih diutamakan yang dihasilkan dari PO
7.    Asal-usul benih harus jelas, demi pengembangan selanjutnya.

B.    PEMILIHAN PUPUK
1.    Melarang pemakaian segala bentuk pupuk sintetis
2.    Menggunakan pupuk yang berasal dari alam atau mahluk hidup dan sudah melalui proses pematangan (komposisasi).
3.    Disarankan ada pergiliran pupuk alam yang dipergunakan, sesuai dengan jenis tanaman.
4.    Menggunakan pupuk alam/kandang dari ternak yang dipelihara sendiri (organis) maupun ternak di sekitarnya.
5.    Pupuk cair sebagai perangsang tumbuh harus dibuat dari bahan alami.
6.    Penggunaan mikroorganisme untuk merangsang peningkatan kesuburan tanah harus mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan sekitar dan ketergantungan atasnya.
7.    Pada prinsipnya penggunaan pupuk dilakukan jika tanaman memerlukannya sebagai indikator pertumbuhan tanaman (bukan kewajiban).
8.    Membatasi pemakaian pupuk alami yang berpotensi menurunkan pH tanah dan menimbulkan OPT baru, misalnya daun cemara dan damar.

C.    PEMILIHAN PESTISIDA 
1.    Penggunaan bahan kimia sintetis dilarang
2.    Penggunaan pestisida alami disarankan pada kondisi yang memaksa (populasi OPT meningkat dan hidup terus-menerus).
3.    Penggunaan sabun detergen sebagai bahan perekat dilarang.
4.    Metode pencampuran pestisida alami diupayakan tidak menimbulkan efek negatif.

D.    PEMILIHAN ZAT PERANGSANG
1.    Penggunaan bahan kimia sintetis dilarang.
2.    Penggunaan bahan kimia alami dibatasi.
3.    Penggunaan bahan kimia sintetis sebagai perangkap OPT diperbolehkan dengan hati-hati.

E.    KONVERSI LAHAN
1.    Konversi yang digunakan sangat tergantung pada sejarah pemakaian lahan sebelumnya. Untuk lahan bekas pertanian konvensional (kimia Berat) sedikitnya dibutuhkan waktu minimal satu tahun hingga dinyatakan organis.
2.    Lahan tidur yang sudah lama, termasuk juga bekas pekarangan dapat langsung menjadi kebun organis (tidak sebagai tempat pembuangan limbah kimia).
3.    Untuk mempercepat proses peralihan, dapat digunakan tanaman pupuk hijau (kacang–kacangan) yang dikombinasikan dengan sayuran (improved fallow method)
4.    Dengan penelitian tanah yang dapat diandalkan, konversi dapat dipercepat tergantung dari banyak sedikitnya tingkat pencemaran kimia dilahan tersebut.
5.    Derajat keorganisan diklasifikasikan sebagai : lahan konversi – berkelanjutan - organis.

D.  KOMPOSISI TANAMAN.

No Aspek Uraian
1.Komposisi sayurPertanian organis bertumpu pada keseimbangan antara kemampuan pasar dan produksi, maka diperlukan komposisi tanaman yang lebih menunjang pada kuantitas, kualitas, dan kontinuitas produksi, agar lebih aman dalam jangka panjang. Hal ini terkait dengan kepentingan keesuburan tanah dan pengendalian OPT. Disarankan komposisi sayuran terdiri dari :
1.    Gol. Barassica (kubis-kubisan), seperti kubis, caisim, pakcoi maksimal 20%
2.    Gol.  legumes (kacang –kacangan), seperti buncis, kacang panjang minimal 25%
3.    Gol fruit (sayuran Buah) seperti tomat, cabe, terong maksimal 20%
4.    Gol Root (umbi–umbian), seperti wortel , Bit, lobak maksimal 20%
5.    Gol Lain (sayur daun), seperti kangkung, bayam maksimal 15%
2.Tingkat campuranSetiap 10 m2  lahan minimal ada satu jenis tanaman.
3.     Ragam VarietasDiutamakan memakai varietas lokal untuk mengurangi ketergantungan terhadap benih dari luar (Hibrida, F1, dsb)


E. PRINSIP – PRINSIP PENGELOLAAN PRODUKSI SAYUR

No Aspek Uraian
1.Filosofi    Berpedoman pada keyakinan bahwa semua yang alami pada dasarnya memiliki fungsi dan kegunaan  bagi yang lain
2.Ekologi    Menitik beratkan pada kesetiaan hukum keseimbangan (hukum alam)
3.Aman     Tidak menimbulkan masalah atau efek yang negatif.
4.Produk  Produk yang dihasikan menyehatkan, berkualitas, tahan lama, dan tidak mengganggu kesehatan manusia.
5.Biaya murah  Segala sarana dan alat menunjukkan ongkos yang murah. Sedapat mungkin bisa dilaksanakan setiap orang.
6.Lokalitas/setempat  Mengutamakan sayuran yang sesuai dengan lokasinya (potensi lokal).
7.Terpadu    Tidak ada limbah pertanian organik yang tidak berguna (daur ulang). Sedapat mungkin terjadi saling menguntungkan antar sayuran- ternak-ikan, dsb.
8.Produktivitas lahan    Pemanfaatan lahan makin produktif, sehingga ada kenaikan produktivitas persatuan luas (optimal).
9.Erosi     Tingkat erosi yang makin rendah.
10.Variasi     Dalam kebun organis harus menunjukkan adanya variasi atau adanya keanekaragaman jenis tanaman, campuran, musuh alamai, dsb.
11.Perilaku petani    Petani organis semakin hidup selaras alam, lebih sehat.


F.    TEKNIK PRODUKSI SAYURAN

No. Aspek Uraian
1.Penyiapan lahan
  • Pengolahan tanah seminimal mungkin (minimun tillage)
  • Tidak mengakibatkan banyak erosi dan pemadatan tanah.
  • Mengutamakan tanah dan mengutamakan penggunaan alat tepat guna.
  • Menguntungkan dalam jangka panjang.
  • Pelaksanaannya secara bertahap.
  • Sesuai dengan sifat tanaman dan kondisi tanah.
2.Penanaman
  • Meningkatkan keanekaragaman dengan sistem campuran, sesuai dengan sifat tanaman.
  • Memperhatikan habitat tanaman.
  • Komposisi penanaman seimbang.
3.Pergiliran tanaman
  • Dipilih yang dapat mencegah pengurasan /akumulasi bahan tertentu.
  • Diupayakan dapat memutus siklus hama dan penyakit.
  • Memanfaatkan sifat positif leguminosa.
4.Keanekaragaman
  • Memperhatikan dengan jelas tanaman pembatas (barrier), variasi dan tanaman penolak hama (repellent), sehingga tampak adanya variasi bentuk, warna, dan bau dalam lingkungan.
5.Kebijakan pemupukan
  • Disesuaikan dengan kondisi/jenis tanaman yang ada.
  • Diupayakan pupuk kandang yang matang/kompos sebagai pupuk dasar.
  • Dosis pupuk berdasarkan jenis/golongan tanaman dan kondisi tanahnya.
  • Penerapan pupuk susulan hanya dengan alasan yang masuk akal.
6. Pengelolaan OPT
  • Berdasarkan prinsip preventif dan holistik.
  • Mengendalikan populasi OPT, dengan prinsip-prinsip alami.
7. Pengelolaan gulma
  • Dibiarkan sejauh tidak merugikan sayuran.
  • Dicegah berkembang biak dengan cara tebas sebelum berbunga.
  • Gulma tertentu diperbolehkan hidup sebagai tanaman sekawan (companion).
  • Gulma harus dipandang sebagai sumber mulsa dan hara
  • Tidak dibenarkan pengendalian gulma dengan mulsa plastik.
8. Pencegahan kontaminasi
  • irigasi dibuat “trap” apabila air dari parit.
  • Tidak menggunakan segala bahan perangsang sintetis.
9. Pemeliharaan tanaman
  • Sesuai dengan sifat tumbuh tanaman.
  • Dilarang menggunakan zat perangsang sintetis.
  • Tidak boleh melanggar sifat alami tanaman. Misal melukai tanaman diusahakan sedikit mungkin dengan alasan yang masuk akal.
10.Konservasi lahan dan air
  • Mengutamakan pencegahan erosi, misalnya dengan terasering.
  • Penggunaan mulsa organis sangat dianjurkan.
  • Usaha yang dilakukan harus mendukung perkembangan mikroorganisme.
  • Mendukung pembentukan struktur tanah yang stabil
  • Penggunaan tanaman semak sebagai pembatas (barrier) antar blok.
  • Penanaman rumput sebagai penahan air.
11. Metode panen
  • Tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan (lahan) .
  • Tidak mendorong timbulnya erosi permukaan.
  • Penanganan secara benar bagi tanaman yang sakit atau yang berdampak menimbulkan penyakit.


PENANGANAN PASCA PANEN
Pencucian sayur dengan air yang dijamin kebersihannya, misalnya air sumber.
1.    Pengemasan sedapat mungkin menggunakan bahan alami atau yang bisa didaur ulang.
2.    Dilarang menggunakan bahan pengawet  pewarna, dan perangsang pemasakan sintetis.
3.    Label pada  perdagangan menunjukan kebenaran dalam proses produksi yang organis.

BULOG


Perkembangan Bulog di Indonesia
              Sejarah Bulog tidak dapat terlepas dari sejarah lembaga pangan di Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan sampai pemerintahan sekarang. Secara umum tugas lembaga pangan tersebut adalah menyediakan pangan bagi masyarakat pada harga yang terjangkau diseluruh daerah serta mengendalikan harga pangan di tingkat produsen dan konsumen. Instrumen untuk mencapai tujuan tersebut dapat berubah sesuai kondisi yang berkembang.
Campur tangan pemerintah dalam komoditas beras diawali sejak Maret 1933 yaitu di zaman pemerintahan Belanda. Saat itu, untuk pertama kalinya pemerintah Belanda mengatur kebijakan perberasan, yaitu dengan menghapus impor beras secara bebas dan membatasi impor melalui sistem lisensi.
              Latar belakang ikut campurnya pemerintah Belanda dalam perberasan saat itu karena terjadinya fluktuasi harga beras yang cukup tajam tahun 1919/1920 dan merosot tajam pada tahun 1930, sehingga petani mengalami kesulitan untuk membayar pajak. Menjelang pecahnya Perang Dunia II, pemerintah Belanda memandang perlu untuk mendirikan suatu lembaga pangan secara resmi dan permanen. Pada 25 April 1939, lahirlah suatu lembaga pangan Voeding Middelen Fonds (VMF). Lembaga pangan ini banyak mengalami perubahan nama maupun fungsi.
              Stabilisasi harga bahan pangan terutama yang dikelola BULOG masih tetap menjadi tugas utama di era 1980-an. Orientasi bufferstock bahkan ditunjang dengan dibangunnya gudang-gudang yang tersebar di wilayah Indonesia. Struktur organisasi BULOG diubah sesuai Keppres No. 39/1978 tanggal 6 Nopember 1978 dengan tugas membantu persediaan dalam rangka menjaga kestabilan harga bagi kepentingan petani maupun konsumen sesuai kebijaksanaan umum Pemerintah.
Penyempurnaan organisasi terus dilakukan. Melalui Keppres RI No. 50/1995 BULOG ditugaskan mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, tepung terigu, kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya. Namun, seiring dengan perkembangan ekonomi global, tugas pokok BULOG dipersempit melalui Keppres No. 45 / 1997 tanggal 1 Nopember 1997 yaitu hanya mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras dan gula. Selang beberapa bulan, sesuai LOI tanggal 15 Januari 1998, Bulog hanya memonopoli beras saja.
              Liberalisasi beras mulai dilaksanakan sesuai Keppres RI no. 19/1998 tanggal 21 Januari 1998 dan tugas pokok BULOG hanya mengelola beras saja. Tugas pokok BULOG diperbaharui kembali melalui Keppres no. 29/2000 tanggal 26 Pebruari 2000 yaitu melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi, pengendalian harga beras dan usaha jasa logistik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas tersebut tidak berjalan lama karena mulai 23 Nopember 2000 keluar Keppres No. 166/2000 dimana tugas pokoknya melaksanakan tugas pemerintah bidang manajemen logistik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
              Sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 timbul tekanan yang sangat kuat agar peran pemerintah dipangkas secara drastis sehingga semua kepentingan nasional termasuk pangan harus diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Tekanan tersebut terutama mucul dari negara-negara maju pemberi pinjaman khususnya AS dan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan World Bank.  Konsekuensi logis yang harus diterima dari tekanan tersebut adalah Bulog harus berubah secara total. Dorongan untuk melakukan perubahan datangnya tidak hanya dari luar negeri, namun juga dari dalam negeri. Pertama , perubahan kebijakan pangan pemerintah dan pemangkasan tugas dan fungsi Bulog sehingga hanya diperbolehkan menangani komoditas beras, penghapusan monopoli impor seperti yang tertuang dalam beberapa Keppres dan SK Menperindag sejak tahun 1998. Keppres RI terakhir tentang Bulog, yakni Keppres RI No. 103 tahun 2001 menegaskan bahwa Bulog harus beralih status menjadi BUMN selambat-lambatnya Mei 2003. Kedua , berlakunya beberapa UU baru, khususnya UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli, dan UU No. 22 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah yang membatasi kewenangan Pemerintah Pusat dan dihapusnya instansi vertikal. Ketiga , masyarakat luas menghendaki agar Bulog terbebas dari unsur-unsur yang bertentangan dengan tuntutan reformasi, bebas dari KKN dan bebas dari pengaruh partai politik tertentu, sehingga Bulog mampu menjadi lembaga yang efisien, efektif, transparan dan mampu melayani kepentingan publik secara memuaskan. Keempat , perubahan ekonomi global yang mengarah pada liberalisasi pasar, khususnya dengan adanya WTO yang mengharuskan penghapusan non-tariff barrier seperti monopoli menjadi tariff barrier serta pembukaan pasar dalam negeri.
              Dalam LoI yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan IMF pada tahun 1998, secara khusus ditekankan perlunya perubahan status hukum Bulog agar menjadi lembaga yang lebih efisien, transparan dan akuntabel.
Sehubungan dengan adanya tuntutan untuk melakukan perubahan, Bulog telah melakukan berbagai kajian-kajian baik oleh intern Bulog maupun pihak ekstern. Berdasarkan hasil kajian, ketentuan dan dukungan politik DPR RI, disimpulkan bahwa status hukum yang paling sesuai bagi Bulog adalah Perum. Dengan bentuk Perum, Bulog tetap dapat melaksanakan tugas publik yang dibebankan oleh pemerintah terutama dalam pengamanan harga dasar pembelian gabah, pendistribusian beras untuk masyarakat miskin yang rawan pangan, pemupukan stok nasional untuk berbagai keperluan publik menghadapi keadaan darurat dan kepentingan publik lainnya dalam upaya mengendalikan gejolak harga.
              Disamping itu, Bulog dapat memberikan kontribusi operasionalnya kepada masyarakat sebagai salah satu pelaku ekonomi dengan melaksanakan fungsi usaha yang tidak bertentangan dengan hukum dan kaidah transparansi. Dengan kondisi ini gerak lembaga Bulog akan lebih fleksibel dan hasil dari aktivitas usahanya sebagian dapat digunakan untuk mendukung tugas publik, mengingat semakin terbatasnya dana pemerintah di masa mendatang. Dengan kondisi tersebut diharapkan perubahan status Bulog menjadi Perum dapat lebih menambah manfaat kepada masyarakat luas.

Kondisi Bulog di Sumatera Selatan
Beberapa perbaikan dilakukan oleh perum bulog baik mengenai kualitas raskin sampai pada penyaluran raskin. Seperti pada kasus yang terjadi di sumatera selatan, ratusan ton beras miskin milik Bulog dinyatakan bau apek. DPRD Provinsi Sumatera Selatan meminta Bulog Divisi Regional (Divre) II Sumsel bertanggung jawab atas kondisi beras untuk rakyat miskin yang buruk kualitasnya. Beras raskin yang tersimpan di gudang Bulog Sub Divre II Lahat itu bau apek, tak layak konsumsi dan bercampur dengan dedak. Hal ini ditengarai ada indikasi penyimpangan dalam pengadaan raskin di Kabupaten Lahat.
Standar raskin yakni kadar air 14 persen, broken atau patahan 20 persen dan menir 2 persen. Oleh karena itu perlu melakukan penyortiran.
Sementara itu, Komisi II DPRD Sumsel melakukan kunjungan ke gudang Bulog  Palembang 1 di Kol H Barlian KM 9, dan  menemukan kalau hasil sortasi raskin persentase patanan masih 80 persen dan menir 5 persen. Ia meminta kepala gudang yang menerima beras dari mitra kerja harus bisa membedakan beras yang memenuhi dan tidak memenuhi standar. Ir Holda MSi menambahkan, masyarakat yang menemukan beras tidak sesuai dengan standar agar melapor ke DPRD dan Bulog.  Dengan adanya penyortiran ini, membuat kerja Bulog di gudang semakin bertambah. Pihaknya terpaksa ngebut menjelang penyaluran raskin.
Disamping itu bulog pun melakukan Operasi pasar beras guna menstabilkan harga kebutuhan pokok di Sumatera Selatan. Beras cadangan pemerintah di Bulog itu sebanyak 20 ribu ton dan bisa dilaksanakan operasi pasar sejauh mana dibutuhkan di luar beras untuk masyarakat miskin. Untuk mengatasi kenaikan harga beras di Sumsel itu sekarang ada tiga komponen yang dilaksanakan yakni pasar beras murah bekerja sama dengan BUMN dan swasta.

Kegiatan yang Dilakukan BULOG
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh perum bulog yaitu:

a.       Cadangan Beras Pemerintah (CBP)

Cadangan pangan merupakan hal yang sangat penting bagi ketahanan pangan suatu negara, termasuk negara Indoensia yang bersifat agraris. Sejak tahun 2005, Pemerintah telah memiliki Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola oleh BULOG, menyatu dengan stok BULOG dan dapat diakses di setiap gudang BULOG di seluruh Indonesia oleh Pemerintah. CBP merupakan sejumlah beras tertentu milik Pemerintah yang sumber dananya berasal dari APBN dan dikelola oleh BULOG yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan beras dan dalam rangka mengantisipasi masalah kekurangan pangan, gejolak harga, keadaan darurat akibat bencana dan kerawanan pangan serta memenuhi kesepakatan Cadangan Beras Darurat ASEAN (ASEAN Emergency Rice Reserve, AERR).
Manfaat adanya CBP ini telah teruji dalam penanganan berbagai bencana alam di tanah air. Beras yang telah tersedia di gudang-gudang BULOG yang tersebar merata di seluruh tanah air dapat segera dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi pengungsi korban bencana. Dengan demikian ketahanan pangan bagi rumah tangga yang terkena bencana tetap dapat dijaga. Pangan tersedia, dapat dijangkau dan stabilitas pasokannya dapat terjamin. CBP juga telah teruji pada saat terjadi kenaikan harga yang cukup tinggi dan meresahkan masyarakat pada akhir tahun 2006 dan awal 2007, maupun akhir tahun 2007 dan awal 2008. CBP telah dimanfaatkan sebagai sumber beras Operasi Pasar Murni (OPM) langsung di pasar-pasar (tahun 2006-2007) maupun OPK CBP RASKIN dengan sasaran rumah tangga penerima manfaat RASKIN.

Pengembangan CBP dapat menempatkan fungsi dan peran CBP yang lebih luas sebagai katup pengaman saat terjadi masalah pangan yang muncul akibat kekurangan pangan, seperti yang dilakukan selama ini, atau sebagai akibat terjadinya kelebihan pangan yang menyebabkan surplus atau tekanan pada harga produsen. Dengan demikian CBP dari sisi demand berfungsi sebagai instrument stabilisasi harga konsumen (price stabilization) dan jaminan pasokan, sedangkan dari sisi suplai berfungsi untuk membantu melindungi harga produsen (price support).
  1. Pengadaan
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan, tugas publik BULOG pertama adalah melakukan pembelian gabah dan beras dalam negeri pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP).  Tugas pengamanan HPP (sebelumnya menggunakan Harga Dasar) terus dilakukan sejak  Bulog berdiri tahun 1967 sampai dengan saat ini BULOG menjadi seuah Perusahaan Umum.  Pembelian gabah dan beras dalam negeri yang disebut sebagai Pengadaan dalam negeri merupakan satu bukti keberpihakan Pemerintah (Perum BULOG) pada petani produsen melalu jaminan harga dan jaminan pasar atas hasil produksinya.
Jaminan harga di tingkat produsen memiliki posisi yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan produksi karena sangat berkaitan langsung dengan kesejahteraan petani. Jaminan harga ini diberikan pemerintah melalui kebijakan Harga Pembelian Pemerintah yang dicantumkan pada Inpres Kebijakan Perberasan. Inpres tersebut dengan jelas menugaskan BULOG untuk menjaga harga di tingkat produsen melalui pengadaan dalam negeri dengan menyerap surplus yang dipasarkan petani selama periode panen berdasarkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Disamping untuk melindungi petani, pengadaan dalam negeri juga berperan sebagai jaminan pasar atas produksi petani.

  1. Industri
Fungsi komersial merupakan pengalaman pertama Bulog yang mulai dijalankan sejak 2003. Berdasarkan cakupan kegiatannya usaha Komersial dibagi menjadi 3, yaitu : Industri, Perdagangan, dan Jasa. Kegiatan industri dibagi dalam 3 kategori, yaitu : industri berbasis beras, industri pendukung, dan industri pangan lain.
    • Industri berbasis beras, adalah industri yang merupakan integrasi proses manufaktur perberasan, sebagaimana yang terangkai dalam Rice Processing Complex (RPC).
    • Industri pendukung, adalah industri yang menghasilkan produk-produk pendukung diluar proses manufaktur perberasan (karung, pacakaging, dll)
    • Industri pangan lain, adalah industri pangan yang menghasilkan produk turunan dari beras (down-stream product), maupun industri pangan primer dan sekunder lainnya (CPO, gula, berbasis jagung, dll).

d.   Perdagangan

Fungsi komersial merupakan pengalaman pertama Bulog yang mulai dijalankan sejak 2003. Berdasarkan cakupan kegiatannya usaha Komersial dibagi menjadi 3, yaitu : Industri, Perdagangan, dan Jasa. Untuk mempermudah pencarian, detail setiap usaha akan dibagi menurut wilayah Divre berdasarkan RKAP 2006 yang telah ditetapkan sebelumnya. Perdagangan komoditi merupakan aktifitas bisnis dengan daya tarik pasar yang tinggi. Hal ini tergambar dalam banyaknya jumlah pemain dalam bisnis ini. Bagi Perum BULOG, kompetensi dasar pedagangan dikuasai dari pengalaman dalam menangani komoditi beras, kedele, jagung yang dijalankan pada masa LPND. Secara signifikan yang membedakan adalah aktifitas perdagangan saat ini harus dapat menghasilkan keuntungan dan nilai tambah bagi perusahaan. Selain hal tersebut, karakteristik bisnis perdagangan akan berbeda untuk setiap jenis komoditi perdagangan. Untuk itulah perdagangan menjadi fokus utama implementasi usaha bisnis jangka pendek perusahaan.

e.  Jasa

Usaha Jasa adalah salah satu kegiatan usaha pada Direktorat Perencanaan & Pengembangan Usaha untuk meningkatkan pendapatan (revenue) perusahaan, yang terdiri atas jasa pemberdayaan asset (seperti gudang, kantor, tanah kosong dan asset lainnya), jasa angkutan dan jasa survey, perawatan kualitas dan pemberantasan hama . Sasaran Divisi Jasa adalah terlaksananya kegiatan usaha jasa pelayanan pergudangan, jasa angkutan dan jasa survey perawatan kualitas dan jasa pemberdayaan aset. Untuk mencapai sasaran tersebut dilakukan melalui dua kegiatan, yaitu Kegiatan Utama dan Kegiatan Pendukung.
·         Kegiatan Utama adalah memasarkan jasa angkutan, jasa survey dan jasa penyewaan aset yang idle.
  • Kegiatan Pendukung adalah pembinaan operasional, peningkatan kemampuan SDM, membentuk jaringan kerjasama, penyusunan standar prosedur kerja, monitoring dan evaluasi seluruh daerah kerja.

f. RASKIN (Beras untuk Rakyat Miskin)

Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) sudah dimulai sejak 1998. Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan RASKIN yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK), kemudian diubah menjadi RASKIN mulai tahun 2002, RASKIN diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat (social safety net) melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat. Melalui sebuah kajian ilmiah, penamaan RASKIN menjadi nama program diharapkan akan menjadi lebih tepat sasaran dan mencapai tujuan RASKIN.
Penentuan kriteria penerima manfaat RASKIN seringkali menjadi persoalan yang rumit. Dinamika data kemiskinan memerlukan adanya kebijakan lokal melalui musyawarah Desa/Kelurahan. Musyawarah ini menjadi kekuatan utama program untuk memberikan keadilan bagi sesama rumah tangga miskin. 

    Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari Bulog
Program raskin ini betul-betul bermanfaat dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat  terutama masyarakat penerima dari program raskin terpadu tersebut dengan upaya dan meningkatkan kehidupan yang lebih baik lagi. Program Raskin merupakan  program nasional yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, melalui program ini pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat untuk mendapatkan hak atas pangan jika rata- rata kebutuhan beras sebesar 139 kg /jiwa/tahun dan  setiap RTS-PM terdiri atas 4 jiwa maka program raskin memberikan bantuan sebesar 32 % dari kebutuhan beras setiap tahunnya sebagai program nasional maka program tersebut melibatkan berbagai pihak baik vertikal maupun horizontal semuanya mempunyai tanggung jawab sesuai dengan tupoksi masing-masing, secara vertikal program raskin bukanlah milik pemerintah pusat semata-mata akan tetapi juga milik pemerintah daerah, kebijakan oleh pemerintah pusat pelaksanaan dan penyalurannya sangat tergantung kepada pemerintah daerah setempat.
Terdapat beberapa permasalahan dalam penyaluran raskin diantaranya sistem dan mekanisme yang dibuat belum terlaksana dengan baik seperti Camat dan desa berperan melaksanakan pemantauan, pengendalian terhadap pelaksanaan pendistribusian raskin diwilayah masing-masing agar sesuai dengan ketentuan yaitu tetap jumlah (15 Kg/ RTS/ bulan) tepat harga (Rp.1600,-Kg) tepat sasaran, tepat pengembalian (7 hari setelah raskin sampai di TD) namun dalam kenyataan nya hal tersebut belum terlaksana dengan baik kita melihat banyaknya kecamatan dan nagari yang terlambat dalam menyetorkan ke rekening Bulog hasil penjualan beras raskin ke RTS-TM pada hal RTS-PM membayar kontan dalam membeli raskin.